Ibu Saeni |
Gejolak dan reaksi masyarakat terhadap tindakan represif satpol PP yang merampas dagangan sebuah warteg di Serang, Banten beberapa hari lalu seolah menjadi kunci awal dari (oknum) pemerintah dan orang-orang yang gerah dengan penerapan perda syariah. Dan bisa jadi ini yang diinginkan oleh (oknum) pemerintah dalam hal ini mendagri untuk dapat membredel perda-perda yang selama ini membuat mereka gerah. Inilah prestasi yang menyakitkan bagi umat Islam dalam era pemerintah sekarang ini. Dan dapat dipastikan ada yang tertawa dan bersorak kegirangan dengan kejadian ini.
Efek viral sosmed tentang perampasan dagangan memicu masyarakat banyak untuk melakukan penggalangan dana keprihatinan untuk pemilik warteg. Sifat latah masyarakat ini (rame-rame melakukan penggalangan dana) tentu sangat menggembirakan bagi pelaku pelanggaran perda. Tapi masyarakat menjadi tidak peka untuk menentukan sebuah tindakan melanggar aturan atau tidak, yang pasti akan menjadikan semakin banyak orang yang melakukan pelanggaran (bagaimana tidak, yang melanggar perda saja mendapatkan ratusan juta dalam beberapa hari saja). Kembali lagi ada logika terbalik yang dilakukan pemerintah dan masyarakat. Sama halnya seperti memenjarakan guru yang menegur (memukul) murid, atau menjadikan duta Pancasila kepada orang yang melecehkannya.
Dalam pelajaran Bahasa Indonesia, dahulu kita sempat diperkenalkan dengan dua gaya bahasa yang berkebalikan, yakni gaya bahasa Totum pro parte dan gaya bahasa Pars pro toto. Dan saat ini dapat dikatakan bahwa pemerintah sedang menerapkan salah satu dari kedua gaya bahasa tersebut yaitu totum pro parte. Kebijakan perda demi menghormati orang yang sedang menjalankan ibadah puasa, kemudian ada warga yang melanggar perda itu, ditambah dengan blow up media, seolah mengatakan bahwa perda tersebut bertentangan dengan hak orang lain. Dengan peristiwa ini akhirnya mendagri berencana untuk menghapus perda-perda yang dianggap melnggar hak sebagian kecil masyarakat.
Dan akhirnya tak tanggung-tanggung, 3.143 perda dihapus. Pak Jokowi resmi menghapus ribuan peraturan daerah (perda) dengan alibi menghambat pertumbuhan ekonomi dan bertentangan dengan peraturan yang dibuat pemerintah pusat.
"Saya sampaikan bahwa Mendagri sesuai dengan kewenangannya telah membatalkan 3.143 Perda yang bermasalah tersebut," kata Jokowi, di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (13/6/2016).
Dari 3.143 Perda Resmi Dihapus Jokowi, Mayoritas Perda Syariah, Perda Injil di Papua Aman
Baca juga : Kampung Pedagang Warteg di Tegal, Semua Rumah Mewah!
Dan akhirnya tak tanggung-tanggung, 3.143 perda dihapus. Pak Jokowi resmi menghapus ribuan peraturan daerah (perda) dengan alibi menghambat pertumbuhan ekonomi dan bertentangan dengan peraturan yang dibuat pemerintah pusat.
"Saya sampaikan bahwa Mendagri sesuai dengan kewenangannya telah membatalkan 3.143 Perda yang bermasalah tersebut," kata Jokowi, di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (13/6/2016).
Dari 3.143 Perda Resmi Dihapus Jokowi, Mayoritas Perda Syariah, Perda Injil di Papua Aman
Baca juga : Kampung Pedagang Warteg di Tegal, Semua Rumah Mewah!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar